Diduga makhluk-makhluk yang mirip
manusia dan menggunakan alat pemotong terbuat dari batu namun masih seperti
kera “berkomunikasi“ secara naluriah , dengan bertukar- tanda alamiah berupa
suara (gerutan, geraman, pekikan), postur dan gerakan tubuh, termasuk gerakan
tangan dan lengan, sedikit lebih maju dari “komunikasi“ hewan primata masa
kini. Mereka tidak menggunakan bahasa lisan yang membutuhkan penciptaan
berbagai suara yang subtil.
Dulu nenek moyang yang juga disebut
Cro magnon ini tinggal di gua-gua. Mereka punya sosok seperti manusia, hanya
saja lebih berotot dan lebih tegap, mungkin karena hidup mereka penuh semangat
dan makan makanan yang lebih sehat. Ketika mereka belum mampu berbahasa verbal,
mereka berkomunikasi lewat gambar-gambar yang mereka buat pada tulang, tanduk,
cadas, dan dinding gua yang banyak ditemukan di Spanyol dan Prancis Selatan.
Mereka menggambarkan bison, rusa kutub, dan mamalia lainnya yang mereka buru.
Inilah sarana pertama yang dikenal manusia untuk merekam informasi.
Kemudian antara 40.000 dan 35.000 tahun lalu Cro Magnon mulai menggunakan bahasa lisan. Ini dimungkingkan karena mereka punya struktur tengkorak, lidah, dan kotak suara yang mirip dengan yang dimiliki sekarang. Kemampuan berbahasa inilah yang membuat mereka terus bertahan hingga kini, tidak seperti makhluk mirip manusia sebelumnya yang musnah.
Kemudian antara 40.000 dan 35.000 tahun lalu Cro Magnon mulai menggunakan bahasa lisan. Ini dimungkingkan karena mereka punya struktur tengkorak, lidah, dan kotak suara yang mirip dengan yang dimiliki sekarang. Kemampuan berbahasa inilah yang membuat mereka terus bertahan hingga kini, tidak seperti makhluk mirip manusia sebelumnya yang musnah.
Fred West mengemukakan bahwa ,” ujar
seperti halnya bahasa, adalah hasil kemampuan manusia untuk melihat
gejala-gejala sebagai simbol-simbol dan keinginannya untuk mengungkapkan
simbol-simbol(simbol vokal, hingga terucapkan kata-kata, umpamanya, bahaya,
ngeri, dalam, dingin, menenggelamkan, hanyut, arus, dan sebagainya) itu.
Pandangan Socrates, Max Mueller
(1825-1900) seorang bangsa Jerman mengemukakan Dingdong Theory atau Nativistic
Theory yang meyakini bahwa bahasa timbul secara alamiah karena manusia
mempunyai insting yang istimewa untuk mengeluarkan ekspresi ujaran bagi setiap
pesan yang datang dari luar termasuk dalam meniru bunyi-bunyi alam.
Teori lain yang disebut Teori
Bow-bow atau Echoic Theory menjelaskan bahwa bahasa manusia merupakan tiruan
bahasa alam, misalnya suara halilintar, kicauan burung, bunyi hujan, bunyi
gesekan daun, dan bunyi-bunyi lainnya akan merupakan sumber bahasa. Teori-teori yang dikemakakan
Socrates, Max Mueller, dan Teori Bow-bow ternyata mendapat banyak kritik,
karena teori-teori tersebut tidak dapat membuktikan semua ‘kata’ dapat
dihubungkan dengan bunyi-bunyi alam.
Suara yang sama seringkali
ditafsirkan secara berbeda-beda oleh orang-orang yang berlainan, misalnya dalam
menirukan suara kokok ayam jantan, orang Jawa menyebutnya “kukuruyuk”, orang
Sunda menyebut kongkorongok’, orang Prancis dan Spanyol menyebut “cocorico”,
orang Cina menyebut “wang-wang”, sedangkan orang Inggris menyebut “cock a
doodle do”.
Teori yang lain adalah Teori
Interjeksi (Interjection Theory) atau
Teori Pooh-pooh yang berpandangan bahwa bahasa manusia berasal dari dorongan
dan ungkapan emosi, misalnya rasa sakit, takut, senang, marah, atau sedih.
Menurut teori ini, bunyi “ha... ha...” timbul karena dorongan rasa gembira,
bunyi “uuh. .“ timbul karena rasa sakit, bunyi “wow...” muncul karena rasa
kaget.
Pada abad ke-19, Darwin menyodorkan
hipotesis bahwa bahasa lahir karena menirukan isyarat-isyarat yang dilakukan
anggota tubuh yang lain. Menurut teori ini pula bahwa isyarat fisik dapat
menjadi cara untuk menunjukkan serangkaian makna. Selain teoni-teori
sebagaimana dijelaskan di atas, masih ada teori lain mengenai asal mula bahasa
dengan fokus pada aspek-aspek fisik manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk
lain.
Kini para antropologi menyimpulkan
bahwa manusia dan bahasa berkembang bersama. Manusia ada di bumi ini kurang
lebih sudah satu juta tahun lamanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangannya menjadi homo sapiens juga mempengaruhi perkembangan bahasanya.
Perkembangan otaknya mengubah dia dari agak manusia menjadi manusia
sesungguhnya. Mereka kini mempunyai kemampuan, mulai menemukan dan
mempergunakan alat-alat, dan mulailah dia berbicara.
Dalam Combridge Encyclopedia tentang
evolusi manusia, para editor Jones, Martin, dan Plilbeam mengizinkan bahwa
tidak ada bahasa kecuali bahasa manusia; dan kemudian meneruskan mengamati
bahwa bahasa adalah suatu adaptasi unik pada manusia, namun keunikannya juga
memiliki sifat alami dan basis biologinya adalah sulit untuk digambarkan.
Bahasa manusia pertama hampir tak
punya arti, sebagaimana ucapan-ucapan bayi lama kelamaan ucapan-ucapan tadi
berkembang menuju kesempurnaan. Bukti kemampuan pembawaan untuk berbahasa ialah kenyataan
bahwa setiap bayi yang dilahirkan hidup mesti menangis. Tangisan pertama inilah
bentuk ujaran yang paling sederhana. Tangisan ini di mana pun bayi dilahirkan
secara kualitas sama. Artinya, bahwa setiap bayi memiliki bunyi-bunyi dasar
yang sama yang akan siap untuk dikembangkan dalam menguasai bahasa apa saja.
Dengan demikian, manusia sanggup menguasai lebih dari satu bahasa.
Perkembangan sejarah bahasa dari
jaman Yunani Kuno sampai sekarang tidak lepas dari adanya kontroversi.
Kontroversi yang pertama sudah ada sejak abad keenam sebelum masehi. Dua kubu
yang saling berhadapan saat itu kubu phusis dan kubu thesis. Kontroversi yang
kedua terjadi sekitar abad ke-4 sebelum Masehi antara penganut faham Analogi
dan penganut faham Anamoli. Kontroversi yang ketiga timbul pada jaman
Renaissance, antara para penganut empirisme dan para penganut nasional.
MATA KULIAH : BAHASA INDONESIA
KELAS : 3KA07
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
-
ANNISA SELANDIA 19111530
-
CLAUDIA GALUH . K 11111683
-
MEGAWATI OKTAVIANI 14111391